Wadu Pa’a di Bima NTB, Situs Sejarah Hadirkan Decak Kagum
Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kabupaten yang satu ini, punya potensi dalam sektor kepariwisataan. Apalagi dekat dengan Pulau Komodo yang kadal raksasanya (baca: buaya darat), sudah mendua. Paling tidak, Bima yang terima pertama para wisatawan sebelum ke Komodo Kab.Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Salah satu yang menjadi incaran wisatawan, adalah situs sejarah yang penuh dengan cerita masalah lalu.Dan kali ini, saya mengangkat situs sejarah. Nah, kalau ditanya di manakah lokasi wisata bernilai sejarah di Bima itu? Jawabannya, kalau tidak di Lambitu, atau di Pandede, maka salah satunya yang bernilai sejarah adalah “Wadu Pa’a” (= batu pahat). Iya kawasan Wadu Pa’a adalah tempat favorit bukan saja buat anak-anak sekolah di Bima atau Dompu, tetapi juga wisatawan Nusantara (Wisnu) dan Wisatawab Mancanegara (wisman).
Lokasi ini memang cocok untuk dijadikan lokasi wisata. Selain keindahan alam sekitarnya terutama, alamnya yng indah, suasana yang damai - tenang, juga yang paling penting adalah di sana ada peninggalan sejarah zaman lampau. Di sana terdapat batu yang terukir tentang, patung, tentang tulisan yang berhuruf Sansekerta. Sayang sekali, tahunnya tidak tertulis, sehingga pengunjung agak bingung menetukan kapan ajaran Hindu masuk di Bima. “Dapat dperkirakan, sekitar abad kedua setelah Hindu masuk di Indonesia”, demikian komentar Drs Dahlan, MA yang sempat diwawancari penulis belum lama ini.
Tetapi terlepas dari itu, lokasi ini, memberi warna tersendiri buat warga Kab. Bima Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, yang cinta pada peninggalan sejarah. Apa buktinya, lokasi ini, dapat dijadikan selain pelepas lelah tetapi juga mau melihat dari dekat tempat bersejarah ini. Setiap orang ke sana, selalu berdecak kagum, bukan main. Lukisan huruf dan patung tersebut tidak terkena abrasi. Padahal sudah berabad-abad lamanya.”Luar biasa!” komentar para pengunjung yang ditemui penulis .
Kalau dicermati letak lukisan itu, semuanya tidak mengarah ke timur. Lebih banyak mengarah ke selatan, sebab kalau mengarah ke Timur, demikian Pak Syamsuddin, pakar geografi di Bima, pahatan tersebut akan mudah terkena abrasi (pengikisan karena air laut). “Mereka hebat sekali!” ujar seorang pengunjung ketika saya ke sana kemarin bersama generasi muda yang haus akan sejarah peninggalan zaman lampau.
Kegiatan yang dilakukan generasi muda yang jumlahnya tertampung dalam 3 bus itu, berlama-lama di Wadu Pa’a. Setelah mereka mengitari lokasi ini, mereka berkumpul mendengarkan ceramah para gurunya terkait kehadiran lokasi bersejarah ini. Selain guru sejarah, guru lainnya seperti guru geografi, guru sastra, guru soiologi turut ambil bagian dalam memberikan info buat generasi muda ini.
Lokasi Wadu Pa’a ini sebuah potensi pariwisata Bima, tentu harus dilestarikan oleh generasinya, sehingga mereka dan generasi selanjutnya bverusaha menguasai sejarah di daerahnya. Ini penting, karena fakta riil menunjukkan, sudah banyak yang sudah mengabaikan kehadiran sejarah. Semoga tulisan ini bermanfaat***)
0 komentar:
Posting Komentar